JAKARTA – Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) , Solikin M. Juhro menegaskan, bahwa meskipun nilai tukar rupiah pada waktu ini melemah hingga menyentuh Rp16.600 per dolar AS, kondisi ekonomi Indonesia masih berjauhan berbeda dengan krisis moneter (krismon) 1998 .
Menurut Solikin, kurs rupiah pada 1998 mengalami depresiasi tajam dari Rp2.800 secara langsung ke Rp16.900 per dolar Amerika Serikat pada waktu singkat. Saat itu lingkungan ekonomi keuangan Indonesia belum dalam, juga cadangan devisa hanya sekali sekitar USD20 miliar, sangat jauh lebih tinggi kecil dibandingkan dengan kondisi ketika ini yang mencapai USD150 miliar.
“Fundamental kegiatan ekonomi kita ketika ini jarak jauh tambahan kuat dibandingkan 1998. Saat itu kerentanan sektor keuangan serta utang bukan terdeteksi dengan baik. Namun sekarang kita miliki mekanisme deteksi dini dan juga pencegahan yang mana lebih besar baik melalui Komite Kelancaran Sistem Keuangan (KSSK),” ujar Solikin pada Taklimat Industri Media dalam Gedung BI, Rabu (26/3/2025).
Menurutnya, tekanan terhadap rupiah ketika ini masih pada batas wajar kemudian relatif moderat dibandingkan dengan negara lain. Solikin menegaskan bahwa Bank Indonesia terus memantau pergerakan nilai tukar kemudian mengambil langkah-langkah yang tersebut diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
“Depresiasi rupiah kali ini terjadi secara bertahap, tidak ada seperti 1998 yang dimaksud terjadi sangat drastis. BI terus berada di tempat pangsa untuk menjaga agar nilai tukar tetap saja sesuai dengan mekanisme pangsa dan juga fundamental ekonomi,” tambahnya.
Solikin optimistis, bahwa tekanan terhadap rupiah bersifat sementara dan juga akan mereda seiring dengan perbaikan sentimen pasar. Ia juga menekankan, bahwa Indonesia masih termasuk di kelompok negara dengan kinerja kegiatan ekonomi yang dimaksud kuat.
“Kita harus mengamati kondisi ini secara utuh. Fundamental kegiatan ekonomi kita masih solid, juga Indonesia termasuk di tempat antara negara dengan performa ekonomi terbaik dibandingkan negara-negara sejenis,” tutupnya.
Perlu diketahui, rupiah hari ini ditutup menguat 24 poin atau 0,14% ke level Rp16.587 per dolar AS. Adapun rupiah sempat jatuh ke level yang dimaksud hampir seperti kondisi krisis 1998.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah pada Selasa (25/3) sempat ambruk sangat di hingga menyentuh level Rp16.640 per dolar Negeri Paman Sam dalam pukul 09.46 WIB, melintasi titik tertingginya pada intraday 23 Maret 2020 yang dimaksud menyentuh tempat Rp16.620 per dolar AS.
Angka yang disebutkan masih terapresiasi meskipun belum menyeberangi kedudukan 1998 yang digunakan sempat menyentuh level Rp16.800 per dolar Amerika Serikat di area intraday 17 Juni.