JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR, Firnando Hadityo Ganinduto meminta, pemerintah merespons cepat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait tarif impor timbal balik atau Reciprocal Tarrifs terhadap Indonesia senilai 32%.
Jika tak diantisipasi dengan cepat dapat pengaruhi bidang di negeri . “Pemerintah harus segera menciptakan sesuatu gebrakan melindungi sektor Indonesia yang dimaksud biasa di area ekspor. Apalagi Amerika merupakan tujuan utama ekspor selain China dan juga Jepang. Keadaan ini bukan dapat dibiarkan, tarif ekspor sebesar 32 persen terlalu memberatkan,” kata Firnando, Kamis (3/4/2025).
Industri yang mana dikhawatirkan salah satunya ialah garmen , akibat banyak yang mana gulung tikar serta kesulitan membayar pesangon. Penerapan kebijakan Negeri Paman Sam mengenai tarif perdagangan terbaru terhadap negara-negara mitra dagang utamanya akan menggangu ekspor lapangan usaha garmen dan juga jelas menyebabkan keadaan makin terpuruk.
“Dampaknya pasti besar, waktu itu saya pernah bilang dengan Menteri Perdagangan kalau tarif masuk ke Amerika itu tak boleh tinggi-tinggi, lantaran garmen kita lumayan banyak kirim ke sana,” ucap Firnando.
Di sisi lain, adanya penurunan ekspor dari 2023 ke 2024 berada di dalam kisaran 8%, menimbulkan Indonesia harus mampu untuk menggerek persentase ini untuk naik positif.
“Jika pemerintah tidaklah berhasil menegosiasikan tarif impor timbal balik dengan Amerika Serikat, maka opsi lain tentunya mengawasi prospek untuk relokasi sektor ke negara lain yang tersebut tambahan aman,” jelas Firnando.
Harapannya pengiriman barang sektor ke Amerika Serikat tetap saja berjalan, tanpa ada gangguan yang serius. Mengingat kenaikan tarif impor sekecil apapun akan segera memukul produksi lapangan usaha pada negeri.
Populasi Amerika Serikat juga berada di tempat urutan ketiga terbesar dalam dunia. Sehingga bukanlah belaka jumlah keseluruhan lingkungan ekonomi yang mana besar, tetapi juga daya belinya yang mana tinggi sehingga menjadi pangsa pangsa yang tersebut tidaklah semestinya ditinggalkan.
“Indonesia harus mampu merawat hubungan eskpor ke Amerika dengan lebih banyak baik supaya sanggup terus berjalan bahkan lebih besar tinggi lagi volumenya. Karena 1-2 persen semata telah sangat berarti sekali untuk pelaku bisnis ekspor,” tutup Firnando.