Jakarta – Asosiasi Eksportir Timah Indonesi (AETI) buka-bukaan perihal alasan pada balik lambannya pengembangan proses lanjut timah pada Tanah Air. Setidaknya, terdapat 5 alasan utama progres proses lanjut timah di negeri tersendat.
Ketua Umum AETI Harwendro Adityo menyebutkan bahwa alasan pertama akibat belum terbentuknya habitat sektor hilir timah yang optimal.
“Hanya beberapa sekadar yang sudah ada membentuk hilirisasi, sehingga mengenai program logam timah pada lapangan usaha turunannya masih sangat kecil,” jelasnya di Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, Awal Minggu (19/5/2025).
Kedua, lanjut Harwendro adalah lantaran adanya pengenaan Pajak Pertambahan Skor (PPN) terhadap substansi baku logam timah untuk memproduksi timah solder yang tersebut akhirnya menyebabkan produksi timah solder pada negeri kalah saing.
Ketiga, impor tin solder pada waktu ini masih tiada dikenakan bea masuk dan juga menyebabkan hasil tin solder di negeri kurang kompetitif.
“Padahal peminatnya cukup berbagai juga industri-nya cukup berbagai dalam Indonesia. Hal ini juga berpengaruh lantaran mereka bebas masuk ke Tanah Air tanpa adanya pajak kemudian lain-lain,” tambahnya.
Keempat, terang Harwendro, adalah lantaran lingkungan ekonomi hasil tin solder bervariasi mulai dari spesifikasi bentuk maupun komposisi yang digunakan menyesuaikan permintaan pembeli.
Sayangnya, regulasi ekspor tin solder pada negeri hanya saja untuk spesifikasi tertentu, melalui Permendag No. 44/2014 yang digunakan mengatur standarisasi ukuran kemudian dimensi timah untuk ekspor.
“Kemudian pangsa solder bervariasi dari segala bentuk itu juga mempengaruhi komposisi dari mesin-mesin yang tersebut dimiliki oleh pabrik-pabrik solder,” imbuh Harwendro.
Kelima, lantaran tak ada keistimewaan untuk pelaku proses pengolahan lebih lanjut timah di hal kebijakan dan juga pemberian insentif fiskal, finansial, hingga infrastruktur kawasan khusus.
“Karena ini kita diminta untuk berjalan sendiri, mencari dana sendiri, kemudian mencari buyer sendiri tanpa didukung oleh kebijakan dari pemerintah,” tandasnya.
Rendahnya Hilirisasi Timah
AETI mencatat, sejauh ini Indonesi baru memiliki 5 pabrik proses pengolahan lebih lanjut timah dengan hasil tin solder, tin chemical, tin powder, kemudian tin plate.
Beberapa diantaranya dibangun juga telah beroperasi oleh PT Timah melalui anak usahanya, PT Timah Industri dengan produksi tin solder sebesar 2.000 ton per tahun, Tin Chemical sebesar 21.000 ton per tahun, kemudian Tin Powder sebesar 100 ton per tahun.
Di samping itu, terdapat 2 perusahaan yang digunakan pada waktu ini masih pada langkah-langkah penyelenggaraan pabrik proses pengolahan lebih lanjut timah berubah menjadi tin solder dengan target produksi 4.000 ton per tahun.
Ada pula, PT Cipta Persada Mulia melalui anak usahanya PT Tri Charislink Tanah Air yang akan memproduksi jenis tin solder hingga 40.000 ton per tahun, dan juga PT Batam Timah Sinergi yang tersebut akan memproduksi tin chemical 16.000 ton per tahun.
Kemudian, terdapat pabrik proses lanjut timah yakni PT Solderindo dengan komoditas tin solder sebesar 48.000 ton per tahun, lalu PT Latinusa dengan komoditas tin plate sebesar 160.000 ton per tahun.
Next Article Investasi Rupiah 1 T, Pabrik Hilirisasi Timah Ditarget Beroperasi 2026
Artikel ini disadur dari Eksportir Buka-Bukaan! Ini Alasan Lambannya Hilirisasi Timah RI